MAKASSAR - Kelayakan dan kualitas suatu program studi di perguruan tinggi dapat dilihat melalui akreditasi yang dimilikinya.
Pemberian akreditasi pada program studi merupakan proses mengevaluasi dan menilai secara komprehensif atas komitmen program studi tersebut, terhadap kelayakan, mutu serta kapasitas penyelenggaraan program tridarma perguruan tinggi.
Bagi keberlangsungan suatu lembaga, akreditasi ini sangatlah penting karena dapat menjamin kualitas dan mutu dari lulusan perguruan tinggi tersebut.
Tidak hanya itu saja, pada dunia kerja, akreditasi suatu program studi yang dijalani juga berpengaruh untuk meningkatkan peluang penerimaan sebagai karyawan.
BINUS Graduate Program (BGP) baru saja meraih akreditasi “Unggul” untuk Master of Information System Management (MMSI) dan Master of Industrial Engineering (MTD).
Selain itu, program doktor ilmu komputer atau BINUS Doctor of Computer Science (DCS) juga berhasil meraih akreditasi “Baik Sekali”.
Pencapaian tersebut, menurut Director of BGP, Dr. Sani Muhamad Isa, berarti pemerintah mengakui bahwa BINUS sudah melaksanakan proses pendidikan dengan baik, khususnya di tiga program studi tersebut.
Program studi lain di BGP telah memiliki akreditasi “A” untuk Master of Computer Science (MTI) dan akreditasi “B” untuk Master in Communication Science (MIK).
Baca juga:
Najwa Shihab: Profesi Jurnalis
|
“Pak Rektor kami sering menyampaikan bahwa BINUS jangan dikenal karena (gedung) kampusnya saja yang bagus, hal yang perlu kita tunjukkan adalah reputasi kita yang baik sehingga masyarakat bisa melihat bukan hanya fisik, melainkan proses (pendidikan) di dalamnya juga mendapatkan pengakuan, ” kata Sani, Minggu 9 April 2023.
Lebih dari itu, dia menekankan bahwa prestasi tersebut turut mengerek kepercayaan diri serta motivasi dalam melakukan perbaikan.
Semua masukan dari pihak asesor yang melakukan penilaian saat proses akreditasi pun menjadi pertimbangan penting bagi BINUS untuk meningkatkan standar kualitas pendidikan dan layanan.
Menyediakan Pengajar Terbaik
Sani menyebut bahwa BINUS memiliki sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni, salah satunya terlihat mayoritas dosen BINUS Graduate Program (64%) melanjutkan program S2 dan S3 ke universitas ternama di luar negeri.
Sani menilai hal tersebut juga didukung oleh sistem manajemen BINUS yang baik dan menyentuh semua aspek.
“Sistem KPI (Key Performance Indicator) di BINUS memotivasi kami (dosen) untuk menjaga standar kompetensi, baik dari sisi riset, pengajaran, maupun sisi profesionalitas. Artinya dosen-dosen yang memiliki KPI yang baik itu otomatis adalah dosen-dosen yang memiliki kompetensi baik, ” ucap Sani.
Dosen BINUS bukan sekedar akademisi yang menguasai kompetensi mengajar, melainkan juga mengantongi kemampuan profesional yang diakui oleh industri. BINUS mempunyai layanan profesional atau Professional Service di mana dosen menjalankan proyek di luar kelas.
“Contohnya seperti Bank Mandiri, Pegadaian, BCA, CIMB Niaga, dll. itu semua klien-klien yang pernah kami berikan Professional Service, misalnya dengan mengadakan training, konsultasi, atau asesmen. Sebagai contoh, mereka ingin tahu bagaimana penerapan data science di perusahaan mereka, lalu kami lakukan asesmen dan hasilnya menjadi dasar untuk melaksanakan training sesuai dengan kebutuhan mereka, ” kata Sani menjelaskan.
Menghindari Kurikulum yang Kaku
Tak hanya dari sisi SDM, BINUS juga yang pertama kali mendesain kurikulum yang fleksibel dengan melibatkan industri. Strategi ini menjaga kualitas pendidikan BINUS agar selalu terkini dan relevan dengan kebutuhan industri.
Head of Master of Industrial Engineering Study Program, Dr Muhammad Asrol mencontohkan di program studinya, mereka terbuka terhadap berbagai pendapat dari industri, akademisi di luar BINUS, dan para alumni.
Dia memahami bahwa dosen tidak selamanya memiliki informasi terkini terkait dunia industri sehingga mereka harus mau mendengarkan perspektif dari sudut berbeda.
“Kami kumpulkan mereka, kemudian kami minta pendapatnya tentang kurikulum yang sedang dijalankan. Dari situ kami punya banyak masukan dan tentu kami pertimbangkan untuk dimasukkan ke kurikulum, ” ucap Asrol.
Sementara itu untuk menambah pengalaman mahasiswa, BGP juga menyediakan kesempatan belajar dari praktisi, peneliti, ataupun pengajar di luar BINUS.
Director of BGP menyebutkan bahwa pihaknya mewajibkan dua sesi yang khusus diisi oleh tokoh-tokoh tersebut.
“Kami punya sesi enrichment. Jadi setiap mata kuliah itu ada dua guest lecturer sections dari industri maupun dari kampus di luar BINUS, baik dalam negeri maupun luar negeri. Jadi mahasiswa itu punya pengalaman berinteraksi dengan mereka, ” ujar Sani.
Khusus pada program DCS terdapat setidaknya tiga sesi kelas di hampir semua mata kuliah diisi oleh profesor dari luar BINUS. Misalnya, di kelas Sani sendiri, DCS mengundang Profesor Kiyota Hashimoto dari Jepang untuk mengisi sesi perkuliahan sehingga para mahasiswa bisa berbagi pengalaman dengan peneliti luar negeri.
Menjembatani Teori dan Industri
Deputy Head of DCS, Dr Ford Lumban Gaol menyatakan hal serupa. Mahasiswa DCS pun akan memiliki lebih dari satu peran sebagai ahli teknologi dan mampu melakukan pendekatan multidisipliner pada riset mereka karena telah terekspos oleh beragam bidang ilmu dalam teknologi.
“Selain itu, sistem pembelajaran DCS BINUS University juga menggabungkan teori dengan ajang penelitian bersama dosen ahli sehingga mahasiswa bisa menerapkan ilmu yang telah mereka dapatkan secara nyata, ” Ford membeberkan.
Sementara itu di jenjang S2 atau master pada salah satu program studi, BINUS Graduate Program menyiapkan program magang atau kunjungan ke industri. Hal ini menurut Sani cukup mudah dilakukan karena BINUS memiliki banyak rekanan industri.
Kualitas riset mahasiswa S2 BINUS pun patut diacungi jempol. Head of Department of Master in Information System Management (MMSI), Dr Tanty Oktavia mengatakan banyak hasil penelitian mahasiswa yang berdampak positif terhadap industri dan keilmuan.
“Bisa dilihat secara SINTA (Science & Technology Index) angka riset kami itu nomor satu di Indonesia, baik dari sisi dosen maupun mahasiswa. Kami fokus melakukan penelitian yang memang bisa dipakai untuk industri ataupun keilmuan dan banyak yang dari mereka juga mendapatkan grant ketika menjalankan tesis karena memang topik penelitiannya menarik dari sisi keilmuan dan dari sisi bidang penelitian, ” kata Tanty.
Perkuliahan S2 di MMSI juga, lanjut dia, tidak hanya berdasarkan konteks buku tetapi juga melihat dari riset-riset terkini yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Di kelas, dosen dan mahasiswa pun membahas case study yang nyata terjadi di industri.
“Karena mahasiswanya kebanyakan adalah praktisi, di dalam kelas biasanya kami melakukan sharing knowledge ataupun saling bertukar pendapat terkait dengan apa yang mereka hadapi di industri dan bagaimana menyelesaikan permasalahannya, ” ujar Tanty.
Fleksibilitas Sistem Perkuliahan
Baca juga:
Sri Hastjarjo, S Sos , Ph D: Pers dan Media
|
Karena mayoritas mahasiswa yang mengambil program S2 dan S3 adalah professional atau akademisi yang aktif bekerja, BINUS menyediakan dua pilihan perkuliahan, yakni program reguler dan blended learning.
“Kalau mahasiswa senang dengan sesi yang sinkronus, bisa bertemu dosen langsung, bisa berdiskusi dengan dosen kapanpun secara langsung, mereka bisa memilih program reguler. Kalau dia punya keterbatasan dalam hal waktu maupun lokasi dan tidak mudah untuk mengakses kampus BINUS langsung, kami pun menyediakan blended learning, ” kata Sani.
Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, ditambah dengan pengakuan akreditasi dari lembaga pemerintah resmi, BINUS Graduate Program tak pelak menjadi pilihan terbaik bagi masyarakat untuk melanjutkan studi S2 atau S3.
“Saya kira seharusnya calon mahasiswa tidak perlu ragu lagi karena BINUS memiliki banyak opsi perkuliahan dan kemudian didukung dengan dosen yang berpengalaman, ” pungkas Sani.